Pembicaraan antara
seorang politisi, asisten pribadi (Aspri) dan supirnya (Supri) di dalam sebuah
sedan 2000 cc yang bergerak dengan kecepatan 100 km/jam.
Politisi: “Jadi
bagaimana mas Aspri dan mas Supri? Apa masih mau kerja sama saya dengan resiko
tinggi seperti ini?”
P: “Seperti yg pernah
saya bilang. Musuh saya banyak. Saya jadi target operasi dari banyak pihak.
Sewaktu-waktu saya bisa dibunuh. Antara lain mungkin saja ada yg tiba2 menembak
saya sekarang ini.”
A: “Maksud Bapak menembak mobil ini?”
P: “Iya. Kalau bukan
saya yg kena, kan bisa saja pelurunya nyasar ke sampeyan.”
S: “Bener juga ya Pak.”
A: “Kenapa kita enggak pake mobil anti peluru aja ya Pak?
Atau masing2 kita pake rompi anti peluru.”
P: “Wah, mas Aspri..,
jaman sekarang mah membunuh orang itu banyak sekali caranya. Bisa dengan cara
ditembak. Bisa dengan rekayasa kecelakaan. Atau diracun di pesawat terbang.”
A: “Diracun? Seperti Munir?”
S: “Munir iku sopo?”
A: “Itu pejuang HAM mas Supri. HAM itu Hak Asasi Manusia. Ngerti ora?”
*hening sejenak*
P: “Jadi saya pikir
pakai mobil anti peluru atau tidak, sama saja. Kalau ajal udah sampai ya akan
mati juga. Tapi kalau belum ada suratan takdir ya enggak mati-mati tho.”
S: “Iya ya Pak, ajal ditentukan Gusti Allah. Bukan di tangan
penjahat.”
P: “Daripada
menyiapkan rompi atau mobil anti peluru saya sarankan mas Aspri dan mas Supri
siapkan tiga hal saja.”
A & S: “Apa tuh Pak?”
P: “Pertama, kita
beresin hutang-hutang kita. Kalau sudah punya uang, dilunasin saja semua. Tapi
kalau belum, coba dikasih tahu ke anak-istri ahli waris kita, bahwa kita punya
hutang sama si anu dan si anu. Nanti kalau saya mati tolong dilunasi dari harta
warisan saya. Begitu…”
S: “Lho? Bapak punya utang juga.”
A: “Hussh, yaa punyalah. Tapi disiplin bayarnya. Enggak
kayak kamu.…”
P: “Kedua, ingat-ingat
apa ada orang yg pernah kita sakiti. Kalau ada, kita minta maaf deh
cepat-cepat. Kalau belum bisa di-silaturahim-i langsung, ya lewat telepon saja
dulu atau sms atau email.”
S: “Wah, saya enggak punya email Pak. Mbo’ ya dibeli-in
email.”
A: “Mas Supri gimana ini sih?! Kok minta dibeli-in email?
Email itu dibikin bukan dibeli. Entar saya bikinin deh.”
S: ???!&%*? *tidak
paham sehingga agak pusing*
P: “Nah, yang ketiga,
saya sudah bikin surat wasiat. Sehingga ketika saya meninggal nanti, keluarga
saya clear atas pembagian harta saya
selain pembagian yang telah ditentukan oleh hukum waris.”
P: “Tentu saja ketiga
hal itu kita siapkan sesudah kita yakin betul bahwa kita sudah menjalankan
kewajiban2 kita dengan baik. Seperti sholat, zakat, puasa dan lain-lainnya.
Selain hutang uang, hutang-hutang ibadah juga mesti kita nol-kan dulu.”
A: “Wah iya ya Pak. Betul juga. Alhamdulillah, saya dapat
pencerahan nih hari ini.”
S: “… Pak, ngomong-ngomong, Bapak itu anggota DPR atau
ustadz sih?”
P: “Oh, saya tugas rangkap
mas Supri. Emang enggak boleh mas Supri ;-)…?”
Mobil terus bergerak
dengan kecepatan yang semakin tinggi…, 110 km/jam, 120 km/jam, 130 km/jam…
Jakarta, 8
Mei 2012
mtz
NB:
terinspirasi dari nasihat seorang politisi PKS
0 komentar:
Posting Komentar