Yang paling mengerikan pada peristiwa Pesawat Sukhoi SSJ 100
yang menabrak Gunung Salak di Jawa Barat adalah tidak tersedianya buku doa di
pesawat nahas tersebut. Mungkin karena pesawat itu cuma test drive atau joy
flight, maka belumlah dirasa perlu untuk repot-repot menyediakan buku
doa. Atau mungkin pula karena pesawat itu dari negara Russia yang rakyatnya
banyak Atheis maka buku doa tidak lazim ada di pesawat. Lagi pula kepada siapa
seorang Atheis akan berdoa?
Bahkan peragaan pramugari tentang tata-cara penyelamatan
diri di kala keadaan darurat, tampaknya belum diselenggarakan juga. Kalaupun ada,
dalam kasus ini akan percuma saja. Pada umumnya yang diperagakan hanyalah cara
memakai masker oksigen jika tiba-tiba tekanan udara di dalam kabin pesawat
turun. Atau tata cara memakai pelampung untuk mengantisipasi jika pesawat jatuh
ke laut. Dan bagaimana cara keluar dari pesawat melalui peluncur-peluncur yang
disediakan di sayap kanan dan kiri pesawat. Adapun cara untuk survive jika pesawat menabrak gunung
atau menabrak bangunan tinggi seperti gedung WTC tidak ada penjelasannya.
Oleh karena itu di awal saya menuliskan bahwa hal yang paling
mengerikan adalah jika tidak ada buku doa di dalam pesawat. Karena satu-satunya
antisipasi untuk penumpang jika pesawat menabrak gunung atau meledak di udara
adalah tingkah laku dan doa terakhir kita sebelum peristiwa itu terjadi. Harapannya
adalah agar doa terakhir tersebut menjadi doa yang paling ikhlash dan paling
ridho yang pernah kita lantunkan. Sehingga para malaikat terpesona dan Allah
SWT menerimanya dengan “tangan” terbuka.
Artinya setelah Allah menerima ibadah
doa kita, tentunya tidak masalah jika setelah itu tubuh kita hancur
berkeping-keping bersama benturan pesawat ke tebing gunung cadas. Karena
mudah-mudahan ruh kita segera diterima dengan suka-cita oleh para malaikat sebagai
seorang mukhlisin (orang yang
ikhlash). Kemudian kita pun bisa “mati tenang” tanpa merasakan siksa kubur
sambil menunggu hari kebangkitan.
Tapi masa’ sih seorang mukhlisin
yang level-nya di atas muslimin dan mukminin, perlu buku doa di pesawat? Bukannya
mereka – pastinya – sudah hafal? Apalagi sesungguhnya untuk orang-orang ber-maqom seperti itu tindak-tanduknya sudah
terjaga semua. Berjalannya ibadah, perkataannya dakwah, bahkan nafasnya adalah
dzikir. Sehingga ketika di pesawat otomatis tasbih,
tahmid, tahlil, dan takbir sudah
terucapkan oleh lidah dan terbersitkan dalam hati, sejak dari ruang check-in.
Jadi sesungguhnya bukan buku doanya yang penting. Tetapi yang
paling penting adalah kesiapan kita dalam menyambut “sesuatu” yang diyakini
pasti datangnya. Siapa “sesuatu” itu? Siapa lagi kalau bukan kematian?
Walaupun kita tidak naik pesawat, menghindari berada dalam
ruang tertutup di daerah rawan gempa, menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh
dengan sempurna, tetap saja kalau sang malaikat maut punya jadwal berkunjung
ya.., dia akan datang juga. Dan seyogianya pada saat “beliau” datang, kondisi
kita bukan sedang ber “hahahihi”,
bersenang-senang, joyful dan
berdekat-dekat dengan maksiat. Sebaliknya ketika itu mestinya tubuh kita dalam
keadaan suci, jiwa kita sedang berada dalam keadaan tenang, dan hati kita
sedang ber-dzikir mengingat-Nya. Nah, jika “tamu” itu datang dan kemudian membawa
ruh kita terbang ke alam barzakh maka yang terdengar insya Allah adalah
lantunan kata-kata selamat datang yang maha sedap didengar, yaitu:
“Hai jiwa yang tenang,
kembalilah pada Robb-mu dengan hati puas lagi di-ridhoi,
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(A-Fajr: 27 – 30)
Sesungguhnya hikmah terbesar dari segalah musibah adalah
bahwa kita dapat belajar banyak darinya. Bukankah Rasululloh SAW mengatakan
bahwa “kematian adalah nasihat yang terbaik”?
Akhirnya, saya mendoa’kan agar para korban musibah Sukhoi
mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT dan keluarga serta kita yang ditinggalkan
selain dilimpahkan kesabaran, juga dapat memetik banyak pelajaran berharga dari
peristiwa ini.
“Sesungguhnya semua kita berasal dari Allah dan akan kembali
kepada-Nya juga”
Jakarta, 15 Mei 2012
mtz
0 komentar:
Posting Komentar