Ads 468x60px

Rabu, 30 Mei 2012

Merpati (Jangan) Ingkar Janji

Baru kita akan sadari betapa luasnya Indonesia ini, setelah bisa meluangkan waktu untuk raun-raun / jalan-jalan ke berbagai pelosok negeri. Pekan lalu, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di bumi Nusantara sebelah Timur agak ke Selatan. Tepatnya di kota Bima, Pulau Sumbawa yang masuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada seorang ustadz penghafal Qur'an yang nikah di situ. Bukan di kota Bimanya sih..., tapi di sebuah desa bernama Desa Rupe, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima.


Dari rumah, kami sudah berangkat qobla (sebelum) Subuh, kemudian sholat Subuh di Bandara Soetta untuk kemudian buru-buru check-in di counter Merpati Nusantara Airlines. Dengan mata agak sepet karena kurang tidur, pesawat akhirnya berangkat sekitar jam 6 pagi meninggalkan Jakarta.


Setengah jam kemudian di suatu tempat di udara entah di atas provinsi apa, tiba-tiba ada pengumuman:

"Perhatian pada seluruh penumpang, karena ada masalah teknis, pesawat akan kembali ke Bandara Soekarno-Hatta dalam waktu setengah jam lagi. Harap maklum"

Haah? Ada apa ini? Karena peristiwa pesawat Sukhoi nabrak Gunung Salak baru saja terjadi, maka semua penumpang nampak pasrah dan tidak protes jika pesawat memang harus balik kota dulu untuk perbaikan. Daripada jadi korban tragedi Sukhoi jilid 2?

Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Apalagi menunggunya lebih dari satu jam. Dan itulah yang terjadi ketika Merpati kami diperbaiki. Sudah terbayang bahwa kita semua akan telat sampai tujuan masing2. Padahal rute Merpati ini adalah Jakarta - Denpasar. Sesudah itu saya dan teman-teman akan melanjutkan ke Bima dengan pesawat lain. Adapun penumpang lain punya rute masing-masing yang berbeda beda. Ada yang akan meneruskan ke Labuanbajo, Flores, ada yang ke luar negeri yaitu ke Dili, Timor Leste. (Saya sering merasa bahwa Dili itu bukan "luar negeri". Soalnya dulu sebelum era Presiden Habibie, daerah itu kan Provinsi kita yang bernama Timor Timur.)

Ada rombongan artis dan pemain band yang ikut di pesawat itu. Salah satu yang kehadirannya cukup mencolok adalah Irwansyah. Mereka mau ngamen malam itu di Bima. Rombongan lain adalah klub free-style futsal yang mau eksebisi  futsal di depan Perdana Menteri Timor Leste. Penumpang lain punya kepentingan lain yang beragam, termasuk kami yang 'ceritanya' mau kondangan ke Bima (jauh bener yaa kondangannya..).

Setelah sedikit diberondong komplain dan pertanyaan dari penumpang-penumpang yang diburu waktu akhirnya pesawat berangkat juga pada sekitar pukul 9 pagi. Kali ini alhmadulillah, keadaan aman-aman saja. AC pesawat jadi dingin. Padahal pada penerbangan pertama AC pesawat kurang dingin, bahkan yang terasa cuma "fan" aja. Hal itu baru kita sadari setelah penerbangan kedua. Jangan-jangan karena AC rusak itulah kita balik ke Jakarta tadi. Bagaimana kalau bukan hanya AC yang terganggu, tetapi mesin pesawat juga rusak? Ngeri juga membayangkan hal itu.

Kita tiba di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali pada pukul 11 siang. Itu hari Jum'at dan mestinya yang muslim sudah siap-siap mau Sholat Jum'at. Tapi karena sedang jadi musafir maka alhamdulillah, syariat agama memberikan kemudahan untuk kita sehingga bisa nanti diganti sholat Zhuhur saja.

Tapi..., alamak... Musibah kedua datang. Pesawat Merpati "terusan" dari Denpasar ke kota-kota lain yang kami tuju sudah berangkat semua. Padahal konon di Jakarta tadi, Merpati sudah confirm bahwa penumpang dari Jakarta yang akan meneruskan penerbangan ke kota lain akan ditunggu oleh Merpati2 di Denpasar. Ternyata Merpatinya ingkar janji, tidak setia menunggu. Mereka sudah terbang semua. Saya sih bisa memaklumi, karena tentu saja penumpang asli Merpati dari Denpasar yang sudah menunggu sejak jam 7 pagi akan mencak-mencak kalau diminta cancel penerbangan sampai lima jam kemudian.

Dan sekarang yang mencak-mencak adalah rombongan Irwansyah, si penyanyi dan pemain sinetron itu. Bukan si Irwan sih yang marah, kalau dia tetap kalem jaga imej supaya citra dan kegantengan tidak berkurang :-). Manajernya lah yang naik pitam.

"Iya pak, karena pesawat lanjutan sudah tidak ada, maka Merpati akan mengganti rugi dengan menginapkan Bapak dan rombongan semalam di hotel di Bali," kata petugas Merpati.

"Oww, bukan soal hotel mbak. Tujuan kami ini bukan mau jalan-jalan ke Bali. Kami sudah teken kontrak show malam ini di Bima. Pokoknya kami harus tiba di Bima sore ini, bagaimanapun caranya. Dan itu tanggung-jawab Merpati."

"Kami sudah mencari maskapai lain Pak, tapi tidak ada lagi penerbangan ke Bima sore ini."

"Ya, pokoknya kami enggak mau tau. Carter pesawat kek, atau telpon itu Merpati yang ke Bima suruh balik lagi ke Denpasar!"

Wah!! Runyam deh urusannya. Para artis dan pemain band uring-uringan. Karena kalau tidak bisa hadir pada waktu yang ditentukan oleh event organizer di Bima, maka mereka akan kena sue (gugatan) dengan nilai yang cukup besar. Para pemain futsal juga marah, karena mereka tidak jadi main di depan Perdana Menteri Xanana Gusmao sore itu, walaupun masih bisa main di Dili keesokan harinya. Penumpang lain juga protes dengan alasannya masing-masing. Adapun kami, rombongan kondangan ke Bima, akhirnya pasang muka protes juga. Walaupun sebenarnya acara nikahnya masih besok sore dan tawaran bermalam di Bali cukup menggiurkan juga buat kami yang belum pernah ke Bali. Tapi demi solidaritas penumpang tentu saja kami harus ikut protes dong.

Negosiasi berjalan lama dan alot sekali. Apalagi kemudian ternyata ada Wakil Bupati Bima di antara penumpang yang punya bargaining power yang lebih kuat untuk melawan Merpati. Kata-kata yang terucap adalah: "Pokoknya kami harus sampai di tujuan sesuai waktu! Pokoknya Merpati harus tanggung-jawab! Pokoknya kami enggak mau tau! Pokoknya... Pokoknya... Pokoknya...!!!"

Dalam hati saya mereka-reka, ini enggak bisa selesai-selesai dong. Jelas memang sudah tidak ada pesawat lagi yang ke Bima, Labuanbajo atau Dili dari Denpasar saat itu. Termasuk pesawat carter juga sudah dihubungi tidak ada yang siap. Kecuali kalau yang memerintahkan adalah Presiden mungkin ya? Tidak ada moda transportasi lain dari Denpasar ke kota-kota tsb yang bisa memindahkan kita dalam waktu kurang dari lima jam. Perjalanan darat akan memakan waktu dua hari karena harus melewati dua laut yaitu yaitu dari Pulau Bali ke Pulau Lombok kemudian dari Pulau Lombok ke Pulau Sumbawa. Selain melewati daratan di pulau-pulau NTB yang tidak dijamin semulus di Jawa.

Waduh, saya pening juga menghadapi kengototan dari kedua belah pihak. Selain capek dan lapar, kondisi kami juga jadi mirip orang terlantar. Duduk di lantai Bandara Ngurah Rai bagian penerbangan domestik. (Kursi cuma sedikit dan kami kasih ke ibu-ibu dan para wanita saja). Sementera banyak orang termasuk turis-turis asing yang berlalu-lalang melewati kita.

Dan akhirnya waktulah yang menyelesaikan segalanya. Tawaran tertinggi dari Merpati adalah menginapkan penumpang pada hotel yang bagus di Denpasar dengan makan tiga kali ditanggung sepenuhnya. Ditambah dengan kompensasi uang sejumlah tiga ratus ribu per penumpang. Wah, Merpati menanggung rugi nih untuk penerbangan ini. Sebenarnya hal itu memang sudah diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan tahun 2008. Tapi jumlahnya tidaklah sebesar yang dijanjikan oleh Merpati saat itu. Akhirnya sebagian besar penumpang menerima untuk bisa bermalam di Denpasar dulu, kecuali rombongan artis. Konon mereka (para artis) langsung kembali ke Jakarta dengan maskapai lain saat itu juga. Entah berapa besar nilai kerugian yang harus dibayar Merpati pada mereka.


Dan demikianlah, kami rombongan kondangan ke Bima, akhirnya menginap di hotel Goodway, Denpasar, Bali. Hotelnya lumayan good lah... Dan pelayanannya juga baik dan penuh ramah tamah. Mungkin ini khas Bali ya? Masyarakatnya kelihatan sudah sangat "sadar wisata" sekali. Maksudnya sadar bahwa pariwisata adalah pemasukan utama mereka sehingga mereka profesional sekali dalam menghadapi tamu / turis baik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Dan akhirnya saya rasanya harus berterima kasih juga kepada Merpati Nusantra Airlines. Sudah 'segitunya' berkorban untuk membayar kesalahannya dalam mengatur jadwal penerbangan. Dan blessing in disguise, kesalahan itu membuat saya merasakan menginap di Bali, pulau Dewata, walaupun cuma semalam. :-)





Jakarta, 30 Mei 2012
mtz 


 

0 komentar:

Posting Komentar