Ads 468x60px

Selasa, 15 Mei 2012

Buku Doa di Pesawat Sukhoi


     Yang paling mengerikan pada peristiwa Pesawat Sukhoi SSJ 100 yang menabrak Gunung Salak di Jawa Barat adalah tidak tersedianya buku doa di pesawat nahas tersebut. Mungkin karena pesawat itu cuma test drive atau joy flight, maka belumlah dirasa perlu untuk repot-repot menyediakan buku doa. Atau mungkin pula karena pesawat itu dari negara Russia yang rakyatnya banyak Atheis maka buku doa tidak lazim ada di pesawat. Lagi pula kepada siapa seorang Atheis akan berdoa?

     Bahkan peragaan pramugari tentang tata-cara penyelamatan diri di kala keadaan darurat, tampaknya belum diselenggarakan juga. Kalaupun ada, dalam kasus ini akan percuma saja. Pada umumnya yang diperagakan hanyalah cara memakai masker oksigen jika tiba-tiba tekanan udara di dalam kabin pesawat turun. Atau tata cara memakai pelampung untuk mengantisipasi jika pesawat jatuh ke laut. Dan bagaimana cara keluar dari pesawat melalui peluncur-peluncur yang disediakan di sayap kanan dan kiri pesawat. Adapun cara untuk survive jika pesawat menabrak gunung atau menabrak bangunan tinggi seperti gedung WTC tidak ada penjelasannya.



     Oleh karena itu di awal saya menuliskan bahwa hal yang paling mengerikan adalah jika tidak ada buku doa di dalam pesawat. Karena satu-satunya antisipasi untuk penumpang jika pesawat menabrak gunung atau meledak di udara adalah tingkah laku dan doa terakhir kita sebelum peristiwa itu terjadi. Harapannya adalah agar doa terakhir tersebut menjadi doa yang paling ikhlash dan paling ridho yang pernah kita lantunkan. Sehingga para malaikat terpesona dan Allah SWT menerimanya dengan “tangan” terbuka.

     Artinya setelah Allah menerima ibadah doa kita, tentunya tidak masalah jika setelah itu tubuh kita hancur berkeping-keping bersama benturan pesawat ke tebing gunung cadas. Karena mudah-mudahan ruh kita segera diterima dengan suka-cita oleh para malaikat sebagai seorang mukhlisin (orang yang ikhlash). Kemudian kita pun bisa “mati tenang” tanpa merasakan siksa kubur sambil menunggu hari kebangkitan.

     Tapi masa’ sih seorang mukhlisin yang level-nya di atas muslimin dan mukminin, perlu buku doa di pesawat? Bukannya mereka – pastinya – sudah hafal? Apalagi sesungguhnya untuk orang-orang ber-maqom seperti itu tindak-tanduknya sudah terjaga semua. Berjalannya ibadah, perkataannya dakwah, bahkan nafasnya adalah dzikir. Sehingga ketika di pesawat otomatis tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir sudah terucapkan oleh lidah dan terbersitkan dalam hati, sejak dari ruang check-in.



     Jadi sesungguhnya bukan buku doanya yang penting. Tetapi yang paling penting adalah kesiapan kita dalam menyambut “sesuatu” yang diyakini pasti datangnya. Siapa “sesuatu” itu? Siapa lagi kalau bukan kematian?

     Walaupun kita tidak naik pesawat, menghindari berada dalam ruang tertutup di daerah rawan gempa, menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh dengan sempurna, tetap saja kalau sang malaikat maut punya jadwal berkunjung ya.., dia akan datang juga. Dan seyogianya pada saat “beliau” datang, kondisi kita bukan sedang ber “hahahihi”, bersenang-senang, joyful dan berdekat-dekat dengan maksiat. Sebaliknya ketika itu mestinya tubuh kita dalam keadaan suci, jiwa kita sedang berada dalam keadaan tenang, dan hati kita sedang ber-dzikir mengingat-Nya. Nah, jika “tamu” itu datang dan kemudian membawa ruh kita terbang ke alam barzakh maka yang terdengar insya Allah adalah lantunan kata-kata selamat datang yang maha sedap didengar, yaitu:


“Hai jiwa yang tenang,
kembalilah pada Robb-mu dengan hati puas lagi di-ridhoi,
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
(A-Fajr: 27 – 30)

     Sesungguhnya hikmah terbesar dari segalah musibah adalah bahwa kita dapat belajar banyak darinya. Bukankah Rasululloh SAW mengatakan bahwa “kematian adalah nasihat yang terbaik”?

     Akhirnya, saya mendoa’kan agar para korban musibah Sukhoi mendapat tempat yang layak di sisi Allah SWT dan keluarga serta kita yang ditinggalkan selain dilimpahkan kesabaran, juga dapat memetik banyak pelajaran berharga dari peristiwa ini.
“Sesungguhnya semua kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya juga”


Jakarta, 15 Mei 2012
mtz

0 komentar:

Posting Komentar