Ads 468x60px

Selasa, 16 Agustus 2016

Membaca Surat Al Balad

Membaca surat Al Balad (Negeri) di tanah air berbeda dengan membacanya di Makkah Al Mukarromah.
Di tanah air, saya lebih fokus pada tajwid dan makhrojnya. Bagaimana huruf "qaf" mati dan "dal" di awal surat harus dibaca secara "qolqolah", bagaimana "tanwin" bertemu "ba" harus berdengung dlsb.
Dibaca di kota Mekkah, tepatnya di depan Ka'bah, bangunan kubus hitam tapi mulia itu, tiba2 surat Al Balad jadi terasa berbeda.



Aku (Allah) benar2 bersumpah demi negeri (Mekkah) ini. 



dan kamu (Muhammad) bertempat tinggal di negeri (Mekkah) ini...


Dan... saya sedang berada di sini. Duduk terpekur di lantai marmer berkarpet dengan semprotan kipas angin dan AC yg dingin.


Saya membayangkan bahwa di sinilah dulu Rasulullah saw juga pernah duduk bersama para sahabatnya. Oh... saya sangat berharap sekali bahwa memang tepat di posisi saya duduk inilah Baginda Rasulullah saw pernah duduk. Atau mungkin Abu Bakar sahabatnya yg utama, atau Umar bin Khattab yg sangat kuat menjadi pembela Baginda saw. Atau siapa saja dari kalangan sahabat. Dan saya tidak mau membayangkan bahwa mungkin pula di posisi ini justru pernah diduduki musuh2 Islam semacam Abu Jahal dan konco2nya. Tidak rela....


Tapi yang Rasulullah saw dan sahabatnya dulu duduki bukanlah marmer dingin licin nan bersih, ditutupi karpet Masjid Al Harom yg tebal dan tersohor keindahannya.


Yang dapat kita bayangkan adalah, Nabi saw bersama sahabatnya duduk di batu2 keras berpasir. Kalaupun ada alas adalah pelepah2 kurma yg kasar. Atau yg paling bagus adalah kain dengan tenunan kasar setara karung goni zaman moderen.


Kemudian terbayang betapa sulitnya mengajak manusia jahiliyah pada saat itu menuju penghambaan hanya pada Allah swt. Di suatu posisi di kota Mekkah ini pastilah pernah menjadi tempat penyiksaan Bilal bin Rabah. Yang mempertahankan keimanannya di bawah batu besar yang menghimpit tubuhnya. Sahabat yang namanya abadi sebagai muadzin se alam semesta.


Di sini juga tempat Al Qur'an turun ayat demi ayat mengiringi episode kehidupan Muhammad saw dalam segala suka dukanya yg luar biasa sebagai pembawa Risalah Islam.


Maka duduk di Masjidil Haram menghadap Ka'bah rumah kuno itu, bukanlah sekedar menanti datangnya waktu sholat sambil mendongak memandang jam raksasa di atas menara Zamzam. Tapi jadikanlah waktu itu juga sebagai masa perenungan sejarah. Untuk mentadabburi Siroh Nabawiyah. Mengambil pelajaran bagaimana Nabi Muhammad saw berjuang menegakkan agama ini. Sejarah kehidupan yg harus bisa kita contoh pengorbanan2nya, kesabaran2nya, perjuangan2nya, dan keistiqomahannya utk menegakkan Islam. Bukan hanya kepada diri sendiri tapi juga mendakwahkannya ke masyarakat dan seluruh ummat manusia.



5 Ramadhan 1437

mtz

Tarawih di Dua Masjid Suci

Tepat mulai malam pertama Ramadhan, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi menyelenggarakan sholat tarawih berjama'ah.

Jumlah raka'atnya 23, serupa dengan sebagian masjid2 di tanah air. Yang tidak sama adalah panjang dan indahnya ayat Qur'an yg dibaca. Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa "Sebaik-baik sholat adalah yg lama berdirinya". Maksudnya "lama berdiri" adalah ayat2 Al Qur'an yg dibaca panjang.

Di masjid Haromain (dua masjid suci) dalam satu rakaat ayat yg dibaca biasanya satu halaman Qur'an, kadang lebih. Artinya dalam 23 rakaat akan dibaca 23 halaman yg sama dengan satu juz lebih.

Cara baca Imam Sholat sangat tartil tidak cepat2, berurutan dari satu ayat ke ayat berikutnya. Suaranya sangat indah dan menyentuh. Membuat hati orang2 beriman bergetar dan semakin bertambah imannya.

Santri2 penghafal Qur'an yg pergi ibadah umroh di bulan Ramadhan akan mendapat pengalaman luar biasa. Al Qur'an yg sudah ada cikal bakalnya di hati mereka langsung beresonansi ketika mendengar ayat2 Qur'an dibacakan dalam sholat tarawih. Mereka bukan sekedar bisa muroja'ah hafalan, tapi juga bisa merasakan mu'jizat Qur'an yg menggetarkan jiwa2 dengan luar biasa.

Di depan mereka ada seorang Imam Sholat, seorang Syaikh Masjidil Haram atau Masjid Nabawi mengimami sholat dengan sepenuh hatinya. Memancar ke seluruh jama'ah, Kalam Ilahi yg Maha Agung. Kadang menyentak membawa rasa khauf (takut), kadang menyeruakkan kesejukan yg luar biasa dengan roja' (harapan) akan ke Maha Pengampunan Allah yg tiada tandingnya.

Imam itu sekaligus cerminan masa depan mereka. Seorang penghafal Qur'an pasti pernah punya cita2 untuk bisa mengimami ribuan jama'ah, bukan untuk riya, tapi mengamalkan "balighu anni walaw ayah" sampaikan dariku walau satu ayat, mengajak manusia kepada Kalimat Allah yg tinggi.

Imam Sholat Masjid Haromain adalah role model dari para santri penghafal Qur'an.

Bersyukurlah kita karena Allah memberi kesempatan untuk membawa santri Griya Qur'an* umroh di bulan Ramadhan.

Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaha illaLlah, wallahu akbar!


*) Pesantren Tahfidz "Griya Qur'an". Jalan Sawo no: 10. Kukusan. Beji. Depok.
www.griyaquran.net