Ads 468x60px

Selasa, 01 Juli 2014

ETIKA Memilih PEMIMPIN

Sepanjang  sejarahnya, umat Islam tidak pernah mengenal adanya pemisahan antara agama dan daulah, kecuali setelah muncul era sekularisme pada zaman sekarang; satu hal yang justru pernah diingatkan oleh Rasulullah saw dan diperintahkan untuk dilawan.

Dalam hadist yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud, beliau bersabda,

وإن رحى الإسلام دائرة وإن الكتاب والسلطان سيفترقان فدوروا مع الكتاب حيثما دار وستكون عليكم أئمة إن أطعتموهم أضلوكم وإن عصيتموهم قتلوكم قالوا كيف نصنع يا رسول الله قال كونوا كأصحاب عيسى نصبوا على الخشب ونشروا بالمناشير موت فى طاعة الله خير من حياة فى معصية (ابن عساكر عن ابن مسعود)

“Ketahuilah, sesungguhnya bulatan penggilingan Islam terus berputar, sementara Alquran dan pemimpin (agama dan kekuasaan) akan saling berpisah.  Maka berputarlah bersama Alquran seperti apapun ia berputar. Ketahuilah, kalian akan dipimpin para penguasa yang jika kalian patuh, niscaya mereka akan menyesatkan kalian dan jika kalian membangkang, niscaya  mereka akan menghabisi kalian.” Mereka bertanya,  “Lalu apa yang harus kita lakukan wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah kalian seperti rekan-rekan Isa bin Maryam. Mereka disalib di atas kayu dan digergaji. Mati dalam ketaatan kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam kedurhakaan kepada Allah.” (HR Ibnu Asakir).

Tabiat dan risalah Islam bersifat umum dan universal. Ia menyusup ke seluruh sisi kehidupan. Maka sulit digambarkan jika seorang muslim mengabaikan urusan kekuasaan dan menyerahkan kepada para ateis atau orang-orang jahat untuk memutarbalikkannya berdasarkan hawa nafsu mereka.

Dalam buku As-Siyasah Asy-Syar’iyyah disebutkan ,”Harus diketahui bahwa wilayah (pengaturan atau pemerintahan) urusan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar. Bahkan tidak ada artinya penegakkan agama dan dunia tanpa perwalian ini. Kemaslahatan bani Adam tidak akan berjalan secara sempurna kecuali dengan membentuk komunitas, karena sebagian diantara mereka pasti membutuhkan sebagian yang lain. Dalam komunitas itu dibutuhkan seorang pemimpin."

Hukum Memilih

Memilih pemimpin adalah bagian penting yang sangat diperhatikan dalam Islam. Syeikh Dr. Yusuf al-Qardhawi, dalam buku Fikih Daulah menegaskan bahwa memilih kandidat dalam pemilu termasuk bentuk pemberian kesaksian akan kelayakan seseorang. Karena itu, setiap pemilih harus memenuhi syarat dalam memberikan kesaksian. Misalnya memiliki sikap adil dan diridhai. Allah befirman, “Persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian.” (QS ath-Thalaq: 2)  “Dari saksi-saksi yang kalian ridhai.” (QS al-Baqarah: 282)

Sebagai konsekwensinya:
  1. Siapa yang memberikan kesaksian dengan tidak adil, misalnya dengan memilih kandidat yang tidak layak dipilih berarti ia telah melakukan dosa besar karena sama dengan memberikan kesaksian palsu. Dalam Alquran Allah menyebut kesaksian dan perkataan palsu setelah perbuatan syirik, “Oleh karena itu, jauhilah berhala-hala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (QS al-Hajj: 30)
  2. Siapa yang memberikan kesaksian atau suara kepada kandidat hanya dengan pertimbangan bahwa kandidat itu merupakan kerabatnya, atau ia merupakan orang yang berasal dari satu daerah, atau karena untuk mendapatkan keuntungan pribadi berarti ia telah menyalahi perintah Allah. “Hendaklah kalian menegakkan keadilan itu karena Allah.” (QS ath-Thalaq: 2)
  3. Barangsiapa yang tidak mempergunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.“Janganlah para saksi itu enggan (memberikan keterangan) apabila mereka dipanggil untuknya.” (QS al-Baqarah: 282)."Janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksian. Barangsiapa menyembunyikannya, sesungguhnya ia adalah orang yang hatinya berdosa." (QS al-Baqarah: 283)

Memilih Pemimpin

Untuk memilih pemimpin terdapat sejumlah aspek yang harus diperhatikan. Pertama terkait dengan pribadi sang calon pemimpin, dan kedua terkait dengan kolega dan orang-orang kepercayaannya.

Pertama terkait dengan pribadi calon pemimpin

Dalam Alquran dan hadits terdapat sejumlah petunjuk yang memberikan arahan kepada umat terkait dengan kriteria pemimpin atau orang yang layak diberi amanah dan kepercayaan. Dari berbagai ayat dan riwayat yang ada dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  1. Harus memiliki visi dan misi yang jelas sesuai dengan misi penciptaannya di dunia.  Allah befirman, “Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami?” (QS al-Mukminun: 115).
  2. Harus memiliki prinsip serta memiliki kemampuan melakukan inovasi dan kreasi; tidak taklid dan mengekor, serta tidak mengikuti apa kata “majikan” dan selera kebanyakan orang meskipun salah dan menyimpang. Rasul saw bersabda, “Janganlah kalian membebek dengan berkata, ‘Kalau orang lain berbuat baik, kami pun akan berbuat baik dan kalau yang lain berbuat zalim kami juga berbuat zalim. Akan tetapi, milikilah prinsip. Kalau orang lain berbuat baik, kami pun berbuat baik. Dan jika orang lain berbuat buruk, janganlah kalian berbuat zalim pula.” (HR at-Tirmidzi).
  3. Harus memiliki integritas, terutama jujur dan amanah sesuai dengan firman-Nya dalam surat Yusuf 55. Pasalnya pemimpin akan menjadi teladan dan contoh bagi masyarakatnya. Rasul saw sendiri bersabda, “Andaikan Fatimah binti Muhammad mencuri, tentu aku potong tangannya.” (HR Ahmad). 
  4. Harus bisa merangkul semua golongan dengan sikap yang baik dan bijaksana. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS Ali Imran: 159).
  5. Harus kuat secara fisik dan wawasan. Allah befirman, “Nabi mereka berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’ Mereka menjawab, ‘Bagaimana Thalut memerintah Kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, serta dia tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?’ Nabi (mereka) berkata, ‘Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.’ Allah memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS al-Baqarah: 247)

Kedua terkait dengan kalangan dekatnya

Hal lain yang juga harus menjadi pertimbangan dalam memilih pemimpin adalah keberadaan orang-orang kepercayaan di sekitarnya. Pasalnya, pada masa sekarang seorang pemimpin tidak bisa bertindak sendirian. Kepemimpinannya cenderung dipengaruhi oleh lingkungan partai, kelompok, dan kalangan dekatnya yang dalam bahasa agama disebut dengan bithonah. Karena itu, di samping melihat kepada sosok calon pemimpin, yang harus dilihat pula adalah siapa saja orang-orang kepercayaan yang berada di sekelilingnya.
Terkait dengan ini Allah befirman,

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (QS Ali Imran: 118).

Dalam tafsir Ibnu Katsir dan sejumlah kitab tafsir lain disebutkan, makna dari ayat di atas adalah bahwa seorang muslim tidak boleh menjadikan orang munafik, non-muslim, dan musuh secara umum sebagai  orang kepercayaan yang menjadi tempat mencurahkan berbagai informasi rahasia dan tempat meminta pertimbangan.

Inilah sejumlah pertimbangan yang harus diperhatikan saat memilih pemimpin. Kalaupun kemudian tidak ada kandidat yang memenuhi syarat di atas maka paling tidak yang paling mendekati. Atau kalau tidak, yang paling sedikit mudharat dan bahayanya (akhaffu adh-dhararayni).

Wallahu a’lam.




(Materi Tarbiyah: "Kepemimpinan")