Ads 468x60px

Rabu, 23 Mei 2012

Buruk Sangka Berbuah Surga


Buruk Sangka 1

Ada seorang Bapak naik kereta api dengan empat orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka berangkat dari Jakarta menuju ke Surabaya dengan kereta eksekutif. Sejak dari berangkat, keempat anaknya tidak henti-hentinya bermain, bercanda, berlari-lari sepanjang gerbong kereta. Sementara si Bapak kelihatan duduk terpekur seakan tidak peduli pada tingkah anak-anaknya yang cukup menggangu penumpang lain.

Akhirnya seorang wanita muda yang duduk tidak jauh dari si Bapak memberanikan diri menegur.

“Pak, maaf ya. Apakah tidak sebaiknya anak-anak Bapak disuruh duduk saja yang tenang di dekat Bapak? Suara mereka bising sekali Pak. Tingkah mereka terlalu over. Saya sangat terganggu….. Mungkin penumpang lain juga begitu. Cuma mereka sungkan saja tidak mau menegur Bapak…… Kok Bapak tidak peduli begitu sih? Kalau enggak bisa ngurus anak, ya sebaiknya tidak usah punya anak,” demikian sergah si wanita muda pada si Bapak, dengan suara tinggi dan nada gusar. Penumpang lain mendengarkan. Sebagian bergumam tanda setuju pada si wanita.

Si Bapak mengangkat wajahnya sejenak menatap wanita itu sebentar. Hanya lima detik, untuk kemudian kembali terpekur mengalihkan pandangannya lagi ke ujung sepatunya. Sambil menghela nafas ia berkata, 

“Yah, tadinya memang saya mau melarang anak-anak saya bersenang-senang seperti itu… “

Kemudian si Bapak diam lagi, terpekur kembali, agak lama.

“Kalau Bapak tidak mau melarang, biar saya saja yang melarang mereka,” potong seorang ibu yang tidak sabar menunggu respon lanjutan dari si Bapak.

“Jangan Bu,” cegah si Bapak. Sekali lagi si Bapak menghela nafas dan kemudian melanjutkan dengan kata-kata berikut.

“Saya cuma tidak tega saja menghilangkan keceriaan anak-anak saya. Mereka baru pertama kali naik kereta api. Ini hari pertama saya melihat mereka tertawa, sejak pekan lalu. Istri saya, ibu mereka, baru saja meninggal dunia sepekan yang lalu. Saya mau membawa mereka ke rumah neneknya di Surabaya. Mudah-mudahan di sana mereka bisa melupakan duka-cita keluarga kami yang berat ini.”

Tiba-tiba gumaman penumpang berhenti. Hening. Hanya terdengar tawa ceria empat orang anak-anak yang berlari di lorong kereta. Rasa sesal menyeruak ke dalam hati para penumpang yang tadinya berburuk sangka pada sang Bapak. Si wanita muda terdiam tidak tahu harus berkata apa. Beberapa ibu menyembunyikan matanya yang membasah.

Berburuk sangka pada sang Bapak telah menimbulkan rasa sesal pada sebagian penumpang kereta api eksekutif itu. Terutama pada si wanita muda. “Mengapa aku langsung menyerang dia dengan kata-kata kasar tadi, tanpa tahu duduk persoalannya terlebih dulu?” pikirnya penuh rasa bersalah.


Buruk Sangka 2

Berprasangka buruk pada orang lain itu pada umumnya tidak baik. Seperti contoh pada cerita pertama (Buruk Sangka 1). Buruk sangka yang berakhir pada penyesalan. Buruk sangka atau su’u zhon, terutama akan menjadi sangat buruk jika targetnya adalah saudara atau sahabat kita. Masa’ ente enggak percaya sih sama saudara sendiri? Ente enggak punya trust banget sama ane?!

Buruk sangka akan amat sangat buruk jika targetnya adalah Sang Maha Pencipta, alias Allah SWT. Yang dimaksud dengan su’u zhon pada Allah contohnya adalah jika kita banyak mengeluh dan merasa bahwa Allah telah berlaku tidak adil pada kita. Kalau kita dapat musibah sedikit saja, sudah merasa bahwa kita adalah orang paling sial sedunia. Biasanya kemudian timbul pertanyaan: “Kenapa saya? Kenapa saya mendapat musibah ini? Why me? Tuhan benar-benar tidak adil!”

Konon di negeri Paman Sam pernah ada tuntutan tidak masuk akal yang didaftarkan ke pengadilan sipil setempat oleh seorang preman. Objek yang dituntutnya adalah: Tuhan. Isi tuntutan: bahwa Tuhan telah berlaku tidak adil dan sewenang-wenang dengan menggariskan takdir Mister Preman tadi menjadi orang jahat, tidak pernah kaya dan selalu ketiban sial. Tuntutan yang benar-benar konyol. Dalam bahasa kita di Indonesia, itu adalah buruk sangka yang sangat keterlaluan terhadap Allah SWT. Untungnya tuntutan itu tidak dipenuhi oleh Pengadilan AS. Mungkin bisa meletus Perang Dunia ketiga jika tuntutan gila itu dipenuhi ;-)

Cerita sebaliknya adalah dari Menteri Kesehatan kita, almarhumah ibu Endang Sri Rahayu. Ketika beliau diketahui menderita kanker paru ganas, tidak terlihat rasa kecewa atau marah dari ibu Endang pada Allah SWT. Justru beliau ber-husnu-zhon (bersangka baik) bahwa pasti Allah SWT memperlihatkan hikmah-Nya. Beliau justru membandingkan kenikmatan yang telah diterimanya selama ini, seperti memiliki keluarga yang pintar, baik dan penuh cinta, harta yang cukup, ilmu yang tinggi, dengan cobaan ‘kecil’ yang dideritanya. Menurut beliau jauh lebih besar kenikmatan yang telah dia terima daripada keburukan yang menimpanya. Sehingga dengan pasrah dan tawakkal, ibu Endang menerima takdir bahwa paru-parunya menjadi tempat bersemayam virus kanker yang ganas.

Itulah salah satu contoh husnu-zhon pada Allah SWT yang patut ditiru oleh semua orang. Setelah kita melakukan ikhtiar dengan optimal, maka kita bersangka baik bahwa Allah SWT akan menggariskan takdir-Nya pada kita dengan sifat ke-Maha Besar-annya. Dan itu jalan hidup kita yang terbaik.

Buruk Sangka 3

Tapi ternyata ada buruk sangka (su’u zhon) yang dianjurkan. Yaitu berburuk sangka pada diri kita sendiri. Maksudnya seperti apa?

Su’u zhon yang dimaksud di sini adalah buruk sangka terhadap amal-amal yang telah kita lakukan. Kita dianjurkan memandang remeh pada perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan. Ada banyak orang yang berbuat lebih baik dari kita. Amal-amal sholeh kita itu tidak ada artinya dibandingkan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan. Pahala yang mungkin kita dapat dari amalan kita masih jauh dari cukup untuk memasukkan kita ke surga. Demikian seterusnya, kita bersangka buruk bahwa amal-amal kita belum banyak dan belum tentu diterima, kita kurang ikhlas, kerja kita kurang optimal. Dan lain sebagainya.

Dengan demikian kita terpacu untuk terus memperbaiki amal-amal kita dan terus menambah perbuatan-perbuatan baik kita.

Ketika Abu Bakar Shiddiq ra dipuji orang karena khutbahnya yang bagus, beliau menjadi sangat bersedih. Karena beliau merasa bahwa amal-amalnya masih jelek, jauh di bawah daripada yang disangkakan orang kepadanya. Sehingga beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka persangka-kan. Dan ampunkanlah keburukan-keburukanku yang tidak mereka ketahui.”

Suatu ketika turun Al-Qur’an surat Al-Mu’minuun ayat 60, yaitu:


Yang artinya: “Dan orang-orang yang memberi dengan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.”

Lalu Aisyah ra bertanya pada Rasululloh SAW, “Mengapa mereka merasa takut? Apakah karena mereka orang-orang yang mencuri, berzina, meminum khamr? Sehingga mereka merasa takut pada Allah?”

Rasululloh SAW menjawab, “Bukan wahai putri As-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang yang mendirikan sholat, berpuasa, bersedekah. Tetapi mereka takut bahwa semua amalnya itu tidak diterima oleh Allah SWT. Sehingga mereka selalu bersegera untuk melakukan kebaikan-kebaikan. Dan merekalah orang-orang yang akan segera menerima kebaikan itu.”

Jadi orang-orang yang digambarkan di surat Al-Mu’minuun ayat 60 tersebut adalah orang-orang yang ber-sangka buruk terhadap amal-amalnya. Mereka sudah banyak melakukan sholat, puasa, sedekah. Akan tetapi mereka menganggap amal-amal itu masih sangat sedikit. Mereka ber-su’u zhon bahwa amal-amal itu belum dapat mengangkat mereka ke surga. Akibatnya mereka terus berupaya untuk menambah amal-amal mereka dengan senantiasa bersegera untuk melakukan kebaikan kebaikan lain dimanapun dan kapanpun. Dan Rasululloh SAW menjanjikan kebaikan-kebaikan yang banyak untuk mereka. Dan mereka akan kembali kepada Allah SWT dengan membawa amal-amal kebajikan yang banyak.

Itulah dia buruk sangka yang berbuah surga. Buruk sangka terhadap amal-amal kita sendiri. Semoga kita terus ber-fastabiqul khoirot, berlomba-lomba mengerjakan kebaikan-kebaikan karena amal-amal kita memang senantiasa tidak cukup untuk membawa kita ke surga jannatuna’im. Kecuali jika Allah SWT memberikan Rahmat-Nya pada kita. Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar